Home » » Pilar Ketiga : Penguatan Kelembagaan Masyarakat

Pilar Ketiga : Penguatan Kelembagaan Masyarakat

Written By PNPM-MPd Kec. Bang Haji, Kab. Bengkulu Tengah on Sabtu, 22 Juni 2013 | 08.49

Pernyataan Kebijakan:
Penguatan Kapasitas dan Status Hukum Lembaga Pemberdayaan Masyarakat

Lembaga Masyarakat yang dibentuk oleh program-program pemberdayaan masyarakat yang telah menyerap banyak sumber daya dan sumber dana baik dari pemerintah maupun dari partisipasi masyarakat memerlukan penguatan dalam kapasitas dan status hukumnya. Tujuannya ialah agar: (i) lebih efektif dalam melayani sebanyak mungkin warga miskin; (ii) penyelenggaraan kegiatannya secara hukum terlindungi, dan dana yang dikelolanya aman, akuntabel; serta (iii) berkelanjutan dan berkembang melalui kerjasama dengan kelembagaan pemerintah daerah, swasta dan masyarakat. Penguatan lembaga pemberdaya masyarakat ini diperlukan guna menghindari resiko gagalnya investasi modal sosial yang telah dicurahkan oleh Pemerintah selama ini. 

Langkah Kebijakan 3.1 :

Perumusan Dasar Hukum bagi Eksistensi Lembaga Pemberdayaan Masyarakat dan Perannya dalam Pelaksanaan Program Pemberdayaan Masyarakat

Perumusan dasar hukum bagi eksistensi lembaga pemberdayaan masyarakat, setidaknya menyangkut tiga hal, yaitu: (i) pilihan bentuk badan hukum bagi lembaga pemberdayaan masyarakat bentukan PNPM Mandiri yang melembaga di masyarakat (BKM, UPK, BKAD, MAD, dan sejenisnya); (ii) status kepemilikan aset-aset yang dimiliki masyarakat (dana, sarana/prasarana, kelembagaan); dan (iii) status hukum penyelenggaraan penjaman dana bergulir.

Pertama, mengenai pilihan bentuk lembaga, ada dua faham dalam hal ini - pendapat pertama, menyatakan yang  diperlukan ialah ‘payung hukum’ atau legalitas bagi kegiatan pemberdayaan dan pelayanan tersebut (misalnya berupa SK bupati/walikota), dan yang kedua, yang berpendapat perlu bentuk badan hukum. Untuk yang kedua ini, perlu dilakukan kajian agar dapat memperoleh pilihan (opsi) bentuk badan hukum yang bisa ditawarkan sebagai pilihan bagi Pemerintah Daerah dan masyarakat. Opsi bentuk badan hukum tersebut harus sesuai atau mengakomodasi budaya dan karakter setempat, serta sesuai aspirasi masyarakat. 

Adanya kebijakan akan menjadi landasan hukum bagi peningkatan peran dan keberadaan lembaga yang difasilitasi PNPM Mandiri (BKAD, BKM, UPK, MAD, dan sejenisnya) sebagai lembaga yang mengelola  kegiatan pemberdayaan masyarakat, pelayanan sosial, dan  pelayanan bagi kegiatan keuangan dan pendampingan usaha. 

Kedua, perlunya kebijakan untuk menjawab tentang status hukum sekaligus penyelesaian pekerjaan rumah PNPM Mandiri mengenai kepemilikan (artinya, pengawasan dan pendayagunaan) aset-aset yang sudah dimiliki dan masih terus berkembang di lembaga-lembaga pemberdayaan masyarakat seperti BKAD, UPK dan BKM. Kebijakan yang akan menjadi panduan bagi setiap daerah ini penting agar aman dan berkelanjutan. Jangan sampai setelah program dilanjutkan daerah dan masyarakat, keberadaan aset-aset tersebut tidak jelas kepemilikannya, sehingga misalnya dikuasai oleh individu tertentu (elite capture), tidak tercatat, dan lain sebagainya, yang akhirnya menyulitkan lembaga pemberdayaan masyarakat dan pemerintah daerah dalam menjaga keamanan dan keberlanjutannya.

Ketiga, perlunya kebijakan yang memayungi penyelenggaraan (operasional) pelayanan pinjaman dana bergulir agar mempunyai dasar hukum, sehingga tidak dianggap sebagai operasi peminjaman dana yang tidak sah atau ilegal (dianggap bank gelap atau rentenir).

Dengan status hukum yang jelas, maka fungsi dan pemanfaatan lembaga masyarakat untuk program-program pemerintah di masa yang akan datang dapat berjalan dengan baik, dimana prinsip-prinsip partisipatif, transparansi, dan akuntabilitas akan terjaga. 

Di samping aspek hukumnya, untuk peningkatan kinerja pelayanan, meningkatkan akuntabilitas dan menjamin keberlanjutan, maka diperlukan juga penguatan kapasitas (capacity building) bagi manajemen dan staf BKAD, UPK, BKM, fasilitator, dan pendamping lokal. Materinya terutama dalam aspek manajemen, pengelolaan kegiatan dan anggaran, penguatan kelompok dan kegiatan ekonominya, kerjasama antar lembaga (networking), serta monitoring dan pelaporan.

Sasaran Akhir

Perumusan dasar/kepastian hukum Lembaga Pemberdayaan Masyarakat.

Langkah Aksi

  1. Kajian Inventarisasi landasan hukum kelembagan masyarakat BKAD, UPK dan BKM sebagai Lembaga Keswadayaan/Pemberdayaan Masyarakat (terkait PP no. 72 tahun 2005, Permendagri no 5 tahun 2007, PEDUM dan PTO terkait), dan produk pengaturan yg diterbitkan oleh Pemda Kabupaten/Kota,
  2. Kajian/pendalaman Identifikasi mekanisme dan hubungan kelembagaan BKAD/BKM (AD/ART, SOP) dengan UPK,
  3. Pelaksanaan Lokakarya/Workshop tentang Eksistensi dan Landasan Hukum Kelembagaaan Masyarakat.

Langkah Kebijakan 3.2 :

Penetapan Kebijakan Kelembagaan Dana Bergulir Masyarakat, termasuk Prosedur dan Mekanisme Pengelolaannya

Ada dua tujuan dalam kebijakan kelembagaan dana bergulir, yaitu: (i) untuk bisa melayani sebanyak mungkin warga miskin produktif, dan (ii) menjaga keamanan dan keberlanjutan dana milik masyarakat tersebut. 

Yang pertama bahwa perkembangan lembaga pengelolaan kegiatan dan aset keuangan, khususnya dana pinjaman bergulir yang merupakan buah keberhasilan PNPM Mandiri semacam UPK menghadirkan pilihan kebijakan apakah UPK diarahkan untuk menjadi lembaga keuangan. Dalam hal ini, telah ditegaskan bahwa UPK (Perdesaan) dan BKM/UPK Perkotaan tetap menjadi lembaga pemberdayaan bagi kelompok miskin. Kemudian, untuk pengelolaan pinjaman dana bergulir, perlu dilakukan kajian kelembagaan, sebagai fungsi, atau sub-unit, atau bahkan lembaga terpisah milik masyarakat, di bawah UPK.

Kebijakan mengenai lembaga keuangan ini penting karena akan menjadi landasan hukum untuk melindungi operasi kegiatan pelayanan dana bergulir dari BKAD/BKM atau UPK. Agar kedua fungsi – pelayanan pemberdayaan dan pelayanan pinjaman dana bergulir – tidak rancu, maka aspirasi yang berkembang adalah bahwa kedua fungsi tersebut dipisahkan secara bertahap. Pertama, UPK dan BKM akan selalu pada fungsinya sebagai lembaga pemberdaya, yaitu UPK dan BKM diharapkan bisa berperan menjadi inkubator sosial dan ekonomi. 

Selanjutnya yang kedua, UPK dan BKM sebagai lembaga pemberdaya dan di dalamnya ada fungsi pelayanan keuangan/pinjaman dana bergulir (buku terpisah). Jika diperlukan, terutama bagi UPK, BKM dengan jumlah dana pinjaman yang dikelolanya besar dan kinerjanya baik, maka perlu kebijakan yang mendorong dibentuknya sub-unit layanan dana bergulir (di bawah UPK) yang amanah dan dapat bermitra dengan lembaga keuangan/pendanan lainnya (bank, dan sejenisnya).

Status hukum bagi penyelenggaraan pinjaman dana bergulir ini juga penting bagi penyusunan langkah-langkah pengembangan lembaga itu sendiri, yang akan ikut menentukan mekanisme pengawasan dan pencegahan terhadap terjadinya penyelewengan yang menyuburkan praktek korupsi di masyarakat. 

Untuk meningkatkan perannya dalam penanggulangan kemiskinan, tanpa meninggalkan pentingnya kesehatan keuangan di lembaga UPK, lembaga ini harus diarahkan untuk selalu konsisten sebagai perangkat penting penyediaan akses keuangan yang adil dan responsif bagi kelompok miskin yang ditinggalkan oleh sektor keuangan yang lain. 

Namun, status hukum dan penataan organisasi tersebut masih harus dilengkapi dengan kegiatan penguatan kapasitas (capacity building), terutama untuk manajemen dan staf UPK, BKM, BKAD, serta mitra kerja terkait seperti fasilitator lokal, agar tujuan peningkatan manfaat bagi warga miskin dan keamanan dana bisa dicapai. Penguatan kapasitas ini, juga diharapkan melibatkan pemerintah daerah dan penyedia layanan setempat agar juga mendorong terjadinya proses desentralisasi dan kemitraan yang luas dengan pendukung setempat (service providers). Materi penguatan kapasitas setidaknya menyangkut kemampuan manajemen pelayanan, manajemen pinjaman, pendampingan kegiatan ekonomi kelompok, dan kebutuhan spesifik lainnya.

Pada sisi penerima manfaat, agar pinjaman yang diterima bermanfaat secara efektif bagi pengembangan kegiatan ekonomi (perempuan) dan yang terkait, serta lancar kinerja pengembaliannya, maka perlu dikuatkan landasannya. Untuk itu, pertama, perlu penguatan organisasi kelompok dan kebiasaan menabung. Setelah mereka nanti menerima pinjaman, kebiasaan tersebut dilanjutkan dengan kewajiban menabung (di bank melalui unit layanan dana bergulir). Perlu dipertimbangkan pula bahwa pinjaman dana bergulir tidak semata-mata untuk kegiatan produktif (ekonomi) semata, tetapi juga bisa menjadi ‘dana darurat’ untuk kegiatan sosial (pinjaman untuk biaya kesehatan/masuk Rumah Sakit, daftar sekolah, anak nikah/khitan, dan lainnya). Tentunya untuk hal ini harus sangat hati-hati dan perlu diingat bahwa awalnya dana Simpan/Pinjam bagi Perempuan (SPP) memang untuk kebutuhan mendesak,  agar masyarakat tidak terjerat ‘lintah darat’.

Pengalaman menunjukkan bahwa kegiatan ekonomi kelompok masyarakat tidak serta merta bisa langsung memenuhi kriteria perbankan umum, karena warga miskin produktif tentu memerlukan bimbingan usaha dan bimbingan dalam mengelola pinjaman. Aspek budaya kelompok dan masyarakat lokal sangat besar pengaruhnya. Oleh karena itu, diperlukan model pendekatan khas setempat maupun pengorganisasian kelompok. Untuk itu, perlu dilakukan kajian terhadap beberapa model kelembagaan yang berhasil memberdayakan kegiatan ekonomi kelompok. Sebagai contoh, model pendekatan yang diterapkan oleh PEKKA, inkubator kegiatan ekonomi warga miskin produktif sebagaimana model yang dikembangkan PINBUK, koperasi produksi, simpan-pinjam dan sejenisnya perlu dikaji sebagai pilihan-pilihan model, yang sesuai dengan karakteristik kelompok dan budaya setempat. 

Selanjutnya, untuk memperluas sumber pendanaan bagi kegiatan ekonomi warga miskin produktif tersebut, perlu adanya panduan untuk mengembangkan kerjasama dan kemitraan dengan lembaga keuangan/perbankan, serta sumber dana dan dukungan lain baik dari pemerintah maupun swasta. Dengan begitu, maka akan terjadi channeling yang mengantarkan pelaku ekonomi mikro yang telah didampingi PNPM Mandiri dan dinilai berhasil, dapat difasilitasi untuk memperoleh sumber dana yang lebih besar dari program KUR dan program pemberdayaan UMKM lainnya.

Sasaran Akhir

  • Inventarisasi produk pengaturan kegiatan pinjaman dana bergulir.
  • Rumusan kebijakan dan kepastian hukum dan bentuk kelembagaan kegiatan dana bergulir, termasuk prosedur dan mekanisme pengelolaan.

Langkah Aksi

  1. Kajian inventarisasi landasan hukum kelembagaan dana bergulir dan produk pengaturan yg diterbitkan oleh Pemda Kabupaten/Kota, serta review prosedur dan mekanisme pengelolaan pinjaman dana bergulir yang difasilitasi PNPM Mandiri (PTO, AD/ART, SOP, dan lainnya),
  2. Identifikasi prosedur dan mekanisme pengelolaan pinjaman dana bergulir yang ada dan yg berlaku di PNPM Mandiri Perdesaan dan Perkotaan (AD/ART, SOP, dan lainnya).
  3. Lokakarya Perumusan Kebijakan dan Kepastian/Landasan Hukum Pengelolaan Dana Bergulir (kegiatan dan kelembagaan).
  4. Lokakarya pelaku BKAD/BKM dan UPK dengan para pihak berwenang (BI, Kemenku, Perbankan).
Share this article :

0 komentar:

Posting Komentar

Tentang PNPM

UPK Bang Haji

Jam Garuda


visitor counter
 
Copyright © 2013. PNPM Mandiri - All Rights Reserved
Supported by Smilecodes, Inc
Proudly powered by Blogger