Home » » Pilar Keempat : Penguatan Peran Pemerintah Daerah

Pilar Keempat : Penguatan Peran Pemerintah Daerah

Written By PNPM-MPd Kec. Bang Haji, Kab. Bengkulu Tengah on Sabtu, 22 Juni 2013 | 08.51

Pernyataan Kebijakan:
Peningkatan Integrasi dan Koordinasi Pusat dan Kemitraan Pusat – Daerah

Mendorong peningkatan peran Pemerintah Daerah tidak saja akan mengurangi beban Pemerintah Pusat, melainkan sekaligus memperkuat kapasitas dan kualitas Pemerintah Daerah. Dalam penyelenggaraan pembangunan umumnya dan program pemberdayaan masyarakat khususnya, Pemerintah Pusat perlu secara bertahap mengalihkan berbagai dukungan serta pengelolaan program kepada Pemerintah Daerah. Sebaliknya, Pemerintah Daerah diharapkan mampu berinisiatif dalam mengembangkan program-program pemberdayaan masyarakat di wilayahnya agar sesuai dengan keadaan dan kebutuhan di wilayahnya.

Langkah Kebijakan 4.1 :

Perumusan Skema Alokasi Pembiayaan Daerah Bidang Pemberdayaan Masyarakat dan Penetapan Pagu Indikatif Kecamatan

Integrasi perencanaan partisipatif ke dalam sistem perencanaan pembangunan daerah perlu diikuti dengan pengintegrasian mekanisme penganggaran bagi kegiatan pemberdayaan masyarakat.  Integrasi mekanisme penganggaran diperlukan dalam rangka memperkuat kapasitas fiskal daerah dalam rangka program pemberdayaan masyarakat.

Keberlanjutan sebuah program diyakini hanya akan terjadi jika ada partisipasi dan dukungan dari pemerintah daerah dan masyarakat itu sendiri. Namun, rendahnya kapasitas fiskal menyebabkan terbatasnya kemampuan daerah dalam membiayai pembangunan di daerah, khususnya terkait dengan peningkatan kesejahteraan masyarakat miskin.

Selama ini pelaksanaan program pemberdayaan masyarakat dilakukan dengan pembiayaan melalui Dana Tugas Pembantuan (TP) yang disalurkan melalui DIPA Sektoral.   Mekanisme ini memiliki keterbatasan, bahwa alokasi DIPA dibatasi hanya untuk setiap Tahun Anggaran, dimana pengukuran kinerjanya ditentukan oleh besarnya penyerapan anggaran pada setiap akhir tahun.  Kondisi ini memberikan pengaruh kepada efektifitas pelaksanaan program pemberdayaan masyarakat, yang memiliki sifat ‘menerus’ dan ‘berproses’ menuju pencapaian masyarakat yang mandiri.

Memperhatikan permasalahan pembiayaan di atas dan sebagai upaya menjaga kesinambungan program pemberdayaan masyarakat oleh daerah, maka diperlukan upaya untuk merumuskan mekanisme alternatif sumber pendanaan  yang memungkinkan dikembangkan.    Salah satu upaya yang dapat dikembangkan adalah adanya perubahan mekanisme penyaluran dana dari mekanisme Tugas Pembantuan melalui Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) Sektoral kepada mekanisme ‘block grant’ melalui Daftar Alokasi Dana Pemberdayaan Masyarakat (DADPM) di Daerah.

Di pihak lain, Kecamatan sebagai SKPD Kabupaten/Kota harus dimampukan untuk berperan dan bertanggung jawab sebagai perangkat daerah yang mengelola, mengkoordinasikan, dan memantau penyaluran dana dan pelaksanaan kegiatan program pemberdayaan masyarakat di wilayahnya (tingkat Desa/Kelurahan).   Dalam pelaksanaan otonomi daerah, perangkat organisasi Kecamatan menjadi ujung tombak pelayanan masyarakat.  Hal ini, disebabkan Kecamatan menjadi ‘penyambung’ kebijakan Pemda Kabupaten/Kota dengan masyarakat.  Oleh sebab itu, pengembangan kapasitas Kecamatan menjadi hal yang penting dan mendesak untuk dilaksanakan. 

Penguatan peran Kecamatan di atas menjadi strategis sifatnya, mengingat pengembangan alternatif sumber pendanaan di atas (melalui mekasime alokasi dana pemberdayaan masyarakat) harus diikuti dengan adanya penetapan Pagu Indikatif Kecamatan, yang merupakan representasi dari upaya pemenuhan aspirasi kebutuhan masyarakat dan disalurkan melalui Lembaga Keswadayaan Masyarakat kepada Kelompok Masyarakat.  Pemanfaatan Pagu Indikatif Kecamatan ini didasarkan atas dokumen perencanaan partisipatif yang disusun oleh masyarakat di tingkat Desa/Kelurahan.

Sasaran Akhir

  • Menyusun Mekanisme Perbaikan Skema Alokasi Dana yang lebih efektif sebagai sumber pendanaan program Pemberdayaan Masyarakat ditinjau dari ruang lingkup, kegiatan yang didanai dan pengelola kegiatan dibandingkan dengan skema pendanaan lainnya.
  • Menetapkan Peraturan tentang Mekanisme Penyaluran Daftar Alokasi Dana Pemberdayaan Masyarakat yang didasarkan atas penetapan Pagu Indikatif Kecamatan sesuai dengan kriteria intensitas angka kemiskinan tertentu.

Langkah Aksi

  1. Studi Kajian ‘Skema Alternatif Alokasi Dana’ untuk Pembiayaan Bidang Pemberdayaan Masyarakat (tinjauan atas PP no. 19 tahun 2008 tentang Kecamatan),
  2. Lokakarya/Workshop dengan focus tematik pada ‘Perluasan Rumusan Alokasi Dana’ sebagai salah satu sumber pembiayaan bidang Pemberdayaan Masyarakat,
  3. Perumusan Rancangan (Draft) Mekanisme Penyaluran Alokasi Dana Pemberdayaan Masyarakat untuk Program Pemberdayaan Masyarakat di Daerah.

Langkah Kebijakan 4.2 :

Penyusunan Pedoman Umum Pelaksanaan Program Pemberdayaan Masyarakat Yang Menegaskan Peran dan Tugas Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah

Hasil kajian atas penyelenggaraan program pemberdayaan sejauh ini merekomendasikan bentuk pembagian peran dan kerjasama antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Pemerintah Pusat diarahkan untuk berperan memastikan penegakan prinsip-prinsip program pemberdayaan serta melaksanakan fungsi pengawasan, monitoring dan evaluasi. Sejalan dengan peran Pemerintah Pusat tersebut, Pemerintah Daerah diarahkan untuk mengembangkan inisiatif dan mekanisme adaptasi terhadap mekanisme dan pengelolaan dengan batasan-batasan yang juga dirumuskan dalam kebijakan ini. 

Di sisi lain, penyelenggaraan program yang diatur melalui pedoman umum kerap kali terperangkap dalam rumusan pedoman yang kurang luwes dan berpotensi membatasi munculnya antisipasi yang justru diperlukan dalam pelaksanaan dilapangan. Hal tersebut, antara lain terlihat dalam mengantisipasi pemekaran wilayah kecamatan membuat dukungan sumber daya menjadi tidak memadai. Diperlukan kebijakan yang menegaskan bahwa seluruh kelompok miskin dan marjinal BERHAK untuk menerima program PNPM, termasuk mereka yang berada di Kecamatan yang mengalami pemekaran. Hanya saja, bagi Kecamatan pemekaran, maka penyaluran sumberdaya dan sumberdana program ditujukan kepada lokasi yang sama, yaitu Kecamatan Induknya. 

Kebutuhan lain dalam penyesuaian pedoman umum juga terlihat dalam  maksud mengantar kelembagaan masyarakat dari tingkatan berdaya, menuju mandiri dan kemudian tingkatan madani, akan memerlukan rumusan yang mendasar, namun membuka peluang untuk munculnya gagasan di lapangan mempercepat proses transformasi tesebut terjadi 

Kesemua bahasan di atas, membutuhkan pengkajian ulang dan revisi pedoman umum pelaksanaan program pemberdayaan masyarakat yang menegaskan peran dan tugas Pemerintah Pusat dan Pemda, akomodatif  terhadap dinamika capaian dan kapasitas di lapangan, serta cukup luwes untuk membuka peluang gagasan positif di lapangan. 

Sasaran Akhir

  • Rumusan pembagian peran dan tugas Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota dalam pelaksanaan program pemberdayaan masyarakat, berikut implikasinya pada bagian lain dari pedoman umum.
  • Revisi pedoman umum tentang Pelaksanaan PNPM Mandiri sesuai dengan rumusan pembagian peran Pusat, Provinsi, Kab/Kota.

Langkah Aksi

  1. Pembentukan tim teknis untuk melakukan kaji-ulang pedoman umum PNPM Mandiri,
  2. Kajian atas PP no. 38 tahun 2007 tentang Pembagian Peran/Wewenang Pusat dan Daerah (Provinsi dan Kab/Kota), serta Review Pedoman umum PNPM Mandiri yang ada.
  3. Perumusan bahan dan jadwal konsultasi untuk pembahasan yang efektif dan konsultasi,
  4. Konsultasi/pembahasan rumusan pembagian peran dan tugas tersebut berikut implikasinya secara keseluruhan dalam pedoman umumbersama Kementerian/Lembaga Negara, serta pemangku kepentingan di provinsi, kabupaten dan kota,
  5. Perumusan revisi pedoman umum berikut penerbitan dan diseminasinya.

Langkah Kebijakan 4.3 :

Penyusunan Kebijakan Penetapan Sistim dan Mekanisme Pro-Poor Budgeting  untuk Kesinambungan Program Pemberdayaan Masyarakat

Peningkatan peran Pemerintah Daerah dalam penyelenggaraan kegiatan/program penanggulangan kemiskinan berbasis pemberdayaan masyarakat memerlukan kapasitas untuk mengetahui kapasitas fiskal daerah serta prioritas kegiatan yang akan diterapkan. Kemampuan tersebut akan menajamkan perumusan kegiatan dan alokasi pendanaan agar percepatan penanggulangan kemiskinan dan pemberdayaan masyarakat dapat terwujud. Kapasitas daerah dalam menyelenggarakan pro-poor budgeting  di dalam sistem dan mekanisme perencanaan dan penganggaran di Daerah akan meningkatkan kualitas dokumen perencanaan, serta kapasitas dan efektifitas penganggaran APBD.

Yang perlu dipahami adalah bahwa APBD yang ‘pro-poor’ tidak hanya mencakup pelayanan kesehatan dan pendidikan, tetapi sektor lain yang mempunyai dampak kepada perbaikan tingkat pendapatan dan kesejateraan masyarakat miskin.

Sasaran Akhir

Pedoman untuk meningkatkan kapasitas PEMDA dalam menyusun perencanaan, pengalokasian anggaran serta pemantauan yang lebih fokus pada program pemberdayaan masyarakat dan penyelesaian masalah kemiskinan multidimensi dengan menggunakan indikator MDGs dan pemenuhan hak dasar (right-based).

Langkah Aksi

  1. Studi Kajian dan Kegiatan Workshop tentang ‘Perluasan’ penerapan model pengalokasian pengganggaran yang ‘pro-poor’ pada Kabupaten/Kota untuk kegiatan Pemberdayaan Masyarakat oleh Daerah (misalnya P3BM Bappenas, dan lainnya),
  2. Kajian tentang ‘best-practices’ penerapan pro-poor budgeting yang diinisiasi oleh Pemerintah Daerah.
  3. Menyusun Pedoman Peningkatan kapasitas PEMDA dalam penyusunan perencanaan dan pengalokasian anggaran yang ‘pro-poor’,

Langkah Kebijakan 4.4 :

Penetapan Mekanisme Tanggung Jawab Pemeliharaan Aset Hasil Pemberdayaan Masyarakat oleh Pemerintah Daerah & Swakelola Pemeliharaan oleh Masyarakat

Meski didorong oleh dukungan penuh Pemerintah Pusat, berbagai hasil kegiatan program pemberdayaan pada intinya bertujuan untuk meningkatkan penyediaan berbagai akses pelayanan bagi masyarakat yang menjadi tanggungjawab Pemerintah Kabupaten/Kota. Dengan demikian, adalah keharusan bagi Pemerintah Kabupaten/Kota untuk bertanggungjawab atas pemeliharaan dan keberlangsungan manfaat dari hasil kegiatan tersebut.  Kebijakan ini bertujuan untuk mengatasi situasi penelantaran terhadap hasil kegiatan PNPM Mandiri, yang pada gilirannya akan merugikan bagi kepentingan pembangunan di daerah itu sendiri. 

Lebih lanjut, dalam mengimplementasikan bentuk tanggung jawab pemeliharaan Pemerintah Daerah, kebijakan ini sekaligus dimaksudkan untuk memberi ruang dan prioritas bagi mekanisme swakelola oleh kelompok masyarakat untuk turut berpartisipasi menjaga dan mempertahankan keberfungsian hasil kegiatan yang telah dibangun.

Salah satu permasalahan yang dihadapi saat ini adalah adanya ‘ketidak jelasan’ mekanisme pengelolaan (pemanfaatan dan pemeliharaan) hasil kegiatan yang telah dibangun oleh PNPM Mandiri.  Pendampingan yang dilakukan oleh PNPM Mandiri kepada masyarakat pada akhirnya harus selesai dan seluruh hasil pembangunan kembali kepada masyarakat sebagai pemanfaatnya.  Di dalam panduan pelaksanaan PNPM Mandiri, proses pengakhiran dan penyerahan hasil kegiatan kepada masyarakat disebut sebagai alih kelola. 

Pada kenyataannya, proses alih kelola di atas tidak sepenuhnya dapat berjalan dengan baik dan dipahami oleh masyarakat, termasuk Pemerintah Daerah.  Walaupun proses alih kelola melibatkan pelaku pemerintahan di tingkat lokal (PPK Kabupaten, PjOK Kecamatan, Aparat Desa) dan kelompok masyarakat (yang dibentuk selama masa pendampingan), tetapi ternyata, pada kenyataannya masih dipahami sebagai bentuk alih kelola (baca: pengakhiran) kegiatan proyek dan bukan sebagai alih tanggung jawab pengelolaan aset. 

Oleh karena itu, perlu dirumuskan suatu bentuk landasan formal (regulatif) dan pedoman baku yang akan memperjelas bentuk dan mekanisme tanggung jawab pengelolaan aset ini kepada Pemerintah Daerah serta peran dan keterlibatan kelompok masyarakat di dalam menjaga keberlangsungan manfaat hasil kegiatan program pemberdayaan.

Sasaran Akhir

  • Penyusunan Pedoman Pemeliharaan Aset Hasil Pemberdayaan Masyarakat. 
  • Penyempurnaan Peraturan/Regulasi yang berkaitan dengan Pemeliharaan Aset Hasil Pembangunan (terutama yang berkaitan dengan Masyarakat).

Langkah Aksi

  1. Review Pedoman pemeliharaan hasil pembangunan oleh masyarakat,
  2. Pelaksanaan Workshop/FGD/Konsultasi Publik terkait dengan Pemeliharaan Aset Hasil Pemberdayaan Masyarakat,
  3. Penyusunan Pedoman Mekanisme Pengelolaan dan Pemeliharaan Hasil Pembangunan oleh Masyarakat,
  4. Diseminasi Pedoman kepada Pemda.
Share this article :

0 komentar:

Posting Komentar

Tentang PNPM

UPK Bang Haji

Jam Garuda


visitor counter
 
Copyright © 2013. PNPM Mandiri - All Rights Reserved
Supported by Smilecodes, Inc
Proudly powered by Blogger